MUSIC



Jumat, 05 September 2014



A.    DEFINISI
Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan infeksi retrovirus RNA yang  dulunya  disebut  sebagai  “human  T  lymphotrophic  virus  III” (HTL-III). Infeksi HIV akan merusak limfosit T, terutama CD4+, yang akan menyebabkan imunodefisiensi. Hal ini akan menjadi predisposisi terhadap infeksi virus, fungi, mycobacteria atau parasit. Seiring dengan waktu, HIV akan menjadi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), apabila limfosit T CD4+ di bawah 200 cells/µl disertai infeksi HIV (Scully, 2004).
Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang termasuk dalam famili lentivirus. Dua jenis HIV yang secara genetiknya berbeda tetapi sama dari antigennya berhubungan yaitu HIV-1 dan HIV-2 diisolasi dari penderita AIDS. HIV-1 lebih banyak dijumpai pada penderita AIDS di Amerika Serikat, Eropah, dan Afrika Tengah, manakala HIV-2 lebih banyak dijumpai di Afrika Barat (Kumar et al., 2007).
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi,  tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya (Wijayaningsih, 2013).
B.     ETIOLOGI
Terdapat  dua  virus  utama  pada  infeksi  HIV,  yang  hanya  mempunyai sedikit perbedaan pada pathogenesis, manifestasi infeksi, perawatan dan prognosis  yaitu HIV-1 yang  sejauh  ini  paling  umum  di  dunia  dan  HIV-2 yang  menyebar  terutama  di  Afrika Barat (Scully, 2004).
Pada  individu  yang  terinfeksi,  biasanya  virus  akan  membentuk  antibody dalam waktu 6-12 minggu. Kebanyakan individu  yang terinfeksi HIV akan berada dalam fase viremia  selama  2-6  minggu.  Pada  kasus  yang  langka, bisa  selama  35  bulan.periode inkubasi AIDS pada kebanyakan individu yang terinfeksi HIV adalah 10-12 tahun. Kirakira 30% penderita AIDS yang meninggal setelah 3 tahun didiagnosa AIDS dan kira-kira 50% hidup selama 10 tahun (Little dkk., 2002).
Pintu masuk utama HIV ke dalam tubuh adalah melalui darah dan mukosa yang terbuka pada vagina, vulva, rectum, penis dan juga pada oral cavity HIV yang masuk ke dalam tubuh menuju kelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik selama beberapa hari (Greenberg dkk., 2008).
Kemudian terjadi sindrom retroviral akut seperti flu disertai viremia hebat dengan keterlibatan berbagai kelenjar limfe. Sindrom ini akan hilang sendirir setelah 1-3 minggu, karena  kadar  virus  yang  tinggi  dalam  darah  dapat diturunkan  oleh  sistem  imun  tubuh. Proses  ini  berlangsung  berminggu minggu  sampai  terjadi  keseimbangan  antara pembentukan  virus  baru  dan upaya  eliminasi  respon  imun.  Titik  keseimbangan  disebut set point. Apabila angka ini tinggi, perjalanan penyakit menuju AIDS akan berlangsung cepat (Tjay, 2000).
Tahap selanjutnya adalah serokonversi yaitu perubahan antibodi negative menjadi positif,  terjadi  1-3  bulan  setelah  infeksi  dan  pasien  akan memasuki  masa  tanpa  gejala. Pada masa ini terjadi penurunan CD4  secara bertahap (CD4 normal = 800-1.000/mm3) yang  terjadi  setelah  replikasi persisten  HIV  dengan  kadar  RNA  virus  realtif  konstan. Mula-mula penurunan  jumlah  CD4  sekitar  30-60/tahun,  tetapi  pada  2  tahun  terakhir penurunan  jumlah  menjadi  cepat  sekitar  50-100/tahun  sehingga  jika tanpa  pengobatan, rata-rata masa infeksi HIV sampai masa AIDS adalah 8-10 tahun saat jumlah CD4 akan mencapai di bawah 200 (Tjay, 2000).
C.     PATOFISIOLOGI
Tubuh  mempunyai  suatu  mekanisme  untuk  membasmi  suatu  infeksi  dari benda asing,  misalnya  :  virus,  bakteri,  bahan  kimia,  dan  jaringan  asing dari  binatang  maupun manusia  lain.  Mekanisme  ini  disebut  sebagai tanggap  kebal  (immune  response)  yang terdiri dari 2 proses yang kompleks yaitu : Kekebalan humoral dan kekebalan cell-mediated. Virus AIDS (HIV) mempunyai cara  tersendiri,  sehingga  dapat  menghindari  mekanisme  pertahanan  tubuh.  “ber-aksi” bahkan kemudian dilumpuhkan. Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau berada  di  dalam  sel  limfosit.  Virus  ini  memasuki  tubuh  dan  terutama  menginfeksi sel yang  mempunyai  molekul  CD4.  Sel-sel  CD4-positif  (CD4+) mencakup  monosit, makrofag  dan  limfosit  T4  helper.  Saat  virus memasuki  tubuh,  benda  asing  ini  segera dikenal  oleh  sel  T  helper  (T4), tetapi  begitu  sel  T  helper  menempel  pada  benda  asing tersebut, reseptor sel T helper .tidak berdaya; bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia  lebih  dahulu  sudah  dilumpuhkan.  HIV  kemudian  mengubah fungsi  reseptor  di permukaan sel T helper sehingga reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper. Dengan  menggunakan  enzim  yang  dikenal  sebagai  reverse  transcriptase, HIV akan  melakukan  pemrograman  ulang  materi  genetik  dari  sel  T4 yang  terinfeksi  untuk membuat  double-stranded  DNA  (DNA  utas-ganda). DNA  ini  akan  disatukan  ke  dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Fungsi T helper dala mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan, genom dari HIV  - proviral DNA  -  dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T helper sehingga menumpang  ikut  berkembang  biak  sesuai  dengan  perkembangan  biakan sel  T  helper.
Sampai  suatu  saat  ada  mekanisme  pencetus  (mungkin  karena  infeksi virus  lain)  maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan  penyakit  AIDS.  Karena  sel   helper  sudah  lumpuh  maka  tidak  ada mekanisme  pembentukan  sel  T  killer,  sel  B  dan  sel  fagosit  lainnya.  Kelumpuhan mekanisme  kekebalan inilah  yang  disebut  AIDS  (Acquired  Immunodeficiency  Syndrome) atau Sindroma Kegagalan Kekebalan.( Mansjoer, 2000).
D.   
HIV  masuk kedalam tubuh manusia
 
PATHWAYS


























Infeksi opurtunistik
 





 
E.     MANIFESTASI KLINIS
Menurut Corwin, 2009 manifestasi klinis dari HIV yaitu sebagai berikut :
1.      Gejala  mirip  flu,  termasuk  demam  ringan,  nyeri  badan,  menggigil,  dapat  muncul beberapa  minggu  sampai  bulan  setelah  infeksi.  Gejala  menghilang  setelah  respons imun  awal  menurunkan  jumlah  partikel virus,  walaupun  virus  tetap  dapat  bertahan pada sel-sel lain yang terinfeksi.
2.      Selama  periode  laten,  orang  yang  terinfeksi  HIV  mungkin  tidak  memperhatikan gejala, atau pada sebagian kasus mengalami limfadenopati  (pembengkakan kelenjarmgetah bening) persisten.
3.      Antara  2  sampai  10  tahun  setelah  infeksi  HIV,  sebagian  besar  pasien  mulai mengalami  berbagai  infeksi  oportunistik,  bila  tidak  ditangani.  Penyakit-penyakit  ini mengisyaratkan  munculnya  AIDS  dan  berupa  infeksi  ragi  pada  vagina  atau  mulut, dan  berbagai  infeksi  virus  misalnya  varisela  zoster  (cacar  air  dan  cacar  ular), sitomegalovirus, atau herpes simpleks persisten. Wanita dapat menderita infeksi ragi kronik atau penyakit radang panggul.
4.      Setelah  terbentuk  AIDS,  sering  terjadi  infeksi  saluran  napas  oleh  organisme oportunistik  Pneumocystis  carinii.  Dapat  timbul  sarcoma  Kaposi  yang  resisten bermacam-macam obat  karena pasien  AIDS tidak mampu melakukan  respons imun yang efektif untuk melawan bakteri, walaupun dibantu sarcoma Kaposi. Pasien AIDS yang mengidap sarcoma Kaposi biasanya mengalami perjalanan penyakit  yang cepat memburuk yang  menyebabkan  kematian  dalam  beberapa  bulan.  Penyakit biasanya cepat menyebar ke luar paru termasuk otak dan tulang.
5.      Gejala  pada  Susunan  Saraf  Pusat  adalah  sakit  kepala,  defek  sarkoma,  kejang, perubahan kepribadian, dan demensia. Pasien dapat menjadi buta dan akhirnya koma. Banyak dari gejala tersebut timbul karena infeksi bakteri dan virus oportunistik pada SSP, yang menyebabkan peradangan otak. HIV juga dapat secara langsung merusak sel-sel otak.
6.      Diare dan berkurangnya lemak tubuh sering terjadi pada pasien AIDS. Diare terjadi akibat infeksi virus dan protozoa. Infeksi jamur (thrush) di mulut dan sarcoma Kaposi dan  menyebabkan  nyeri  hebat  saat  menelan dan  mengunyah,  dan  ikut  berperan menyebabkan berkurangnya lemak dan gangguan pertumbuhan.
7.      Berbagai kanker muncul pada pasien AIDS akibat tidak adanya respons imun selular terhadap sel-sel sarcoma Kaposi. Kanker yang sebenarnya jarang dijumpai, sarcoma Kaposi sering terjadi pada pasien AIDS. Sarkoma Kaposi adalah kanker yang ditandai oleh  lesi  kulit  berwarna merah.  Sebagian  besar  individu  pengidap  sarkoma  Kaposi terinfeksi melalui  hubungan  homoseks.  Hasil  riset  terkini  menunjukkan  bahwa koinfeksi  disertai  virus  herpes  yang  unik,  human  herpesvirus  8, memicu  munculnya sarcoma Kaposi.  Human herpesvirus 8  jarang terjadi kecuali di kalangan homoseks Amerika Serikat
8.      Tuberkulosis BTA Positif, BTA Negatif dan MDR pada Pasien Koinfeksi TB-HIV, Diantara  semua  pasien  yang  dikumpulkan,  hasil  terbanyak  didapatkan  adalah  hasil BTA negatif. Hal ini diakibatkan oleh status imunitas yang turun pada pasien HIV. Banyaknya  kasus  BTA  negative sebesar  66%,  turunnya  derajad  imunosupresi  akan mempengaruhi  gambaran  bakteriologis  pasien  koinfeksi  TB-HIV  sehingga  sering memberikan  hasil  sputum  BTA  negatif  pada  pasien  dengan  status imunitas  yang rendah.  Menurut  Pozniak,  menyatakan  bahwa  16 infeksi  HIV  bisa  meningkatkan insidens MDR-TB. Hal ini berdasarkan penelitian di New York tahun 1987 sampai 1992. Sedangkan kasus MDR-TB secara kebetulan ditemukan 1 kasus pasien dengan sputum BTA positif. Pasien koinfeksi TB-HIV stadium lanjut yang ditandai dengan kadar  CD4  rendah  lebih  sering  menimbulkan  lesi  ekstraparu  dan menimbulkan  lesi yang minimal pada gambaran radiologisnya.
F.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Hoffmann dkk (2007), pengujian antibodi HIV paling tidak membutuhkan 2 uji, yaitu:
1.      Screening test, yaitu ELISA
2.      Confimatory test, yaitu Western blot atau immunofluorescence assay (IFT or IFA) Untuk mengekslusi terjadinya pencampuran sampel, sampel darah kedua dari  pasien yang  sama  harus  di  uji.  Baru  kemudian diagnosis  infeksi  HIV  dapat  dikomunikasikan kepada pasien dengan hasil seropositif
G.    KOMPLIKASI
1.      Oral  Lesi  karena  kandidia,  herpes  simplek,  sarcoma  Kaposi,  HPV  oral,  gingivitis, peridonitis  Human  Immunodeficiency  Virus  (HIV),  leukoplakia  oral,  nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral  akan  berlanjut  mengeni esophagus  dan  lambung.  Tanda  dan  gejala  yang menyertai  mencakup keluhan  menelan  yang  sulit  dan  rasa  sakit  di  balik  sternum (nyeri retrosternal).
2.      Neurologik  a.ensefalopati  HIV  atau  disebut  pula  sebagai  kompleks  dimensia  AIDS (ADC; AIDS dementia complex).
a)      Manifestasi  dini  mencakup  gangguan  daya  ingat,  sakit  kepala,  kesulitan berkonsentrasi,  konfusi  progresif,  perlambatan  psikomotorik,  apatis  dan  ataksia. stadium  lanjut  mencakup  gangguan  kognitif  global,  kelambatan  dalam  respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
b)      Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti  demam, sakit kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. Diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
3.      Gastrointestinal  Wasting  syndrome  kini  diikutsertakan  dalam  definisi  kasus  yang diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis,  dan  demam  yang kambuhan  atau  menetap  tanpa  adanya  penyakit  lain  yang dapat menjelaskan gejala ini.
a)      Diare  karena  bakteri  dan  virus,  pertumbuhan  cepat  flora  normal,  limpoma,  dan sarcoma  Kaposi.  Dengan  efek,  penurunan  berat  badan,  anoreksia,  demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
b)      Hepatitis  karena  bakteri  dan  virus,  limpoma,sarcoma  Kaposi,  obat  illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c)      Penyakit  Anorektal  karena  abses  dan  fistula,  ulkus  dan  inflamasi  perianal  yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri  rektal, gatalgatal dan diare.
4.      Respirasi  Pneumocystic  Carinii.  Gejala  napas  yang  pendek,  sesak  nafas  (dispnea), batuk-batuk,  nyeri  dada,  hipoksia,  keletihan  dan  demam  akan  menyertai  pelbagi infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
5.      Dermatologik  Lesi  kulit  stafilokokus  :  virus  herpes  simpleks  dan  zoster,  dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak  yang  disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS  juga  dapat  memperlihatkan  folikulitis  menyeluruh  yang  disertai  dengan  kulit yang  kering  dan mengelupas  atau  dengan  dermatitis  atopik  seperti  ekzema  dan psoriasis.
6.      Sensorik
a)      Pandangan  :  Sarkoma  Kaposi  pada  konjungtiva  atau  kelopak  mata  :  retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan
b)      Pendengaran  :  otitis  eksternal  akut  dan  otitis  media,  kehilangan  pendengaran dengan  efek  nyeri  yang  berhubungan  dengan  mielopati,  meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
H.    PENATALAKSANAAN
1.      Medis
a)      Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan  infeksi  opurtunistik,  nasokomial,  atau  sepsis.  Tidakan  pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.
b)      Terapi  AZT  (Azidotimidin)  Disetujui  FDA  (1987)  untuk  penggunaan  obat antiviral  AZT  yang  efektif  terhadap  AIDS,  obat  ini  menghambat  replikasi antiviral  Human  Immunodeficiency  Virus  (HIV)  dengan  menghambat  enzim pembalik  traskriptase. Sekarang,  AZT  tersedia  untuk  pasien  dengan  Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
c)      Terapi  Antiviral  Baru  Beberapa  antiviral  baru  yang  meningkatkan  aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
1)      Didanosine
2)      Ribavirin
3)      Diedoxycytidine
4)      Recombinant CD 4 dapat larut.
d)     Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut  seperti  interferon,  maka  perawat  unit  khusus  perawatan  kritis  dapat menggunakan  keahlian  dibidang  proses  keperawatan  dan  penelitian  untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
e)      Pendidikan  untuk  menghindari  alcohol  dan  obat  terlarang,  makan-makanan sehat,hindari  stress,gizi  yang  kurang,alcohol  dan  obat-obatan  yang  mengganggu fungsi imun.
2.      Keperawatan
a)      Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah kemungkinan terjadi infeksi
b)      Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
c)      Menghambat  replikasi  HIV  dengan  obat  antivirus  seperti  golongan dideosinukleotid,  yaitu  azidomitidin  (AZT)  yang  dapat  menghambat  enzim  RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
d)     Mengatasi dampak psikososial
e)      Konseling  pada  keluarga  tentang  cara  penularan  HIV,  perjalanan  penyakit,  dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
f)       Dalam  menangani  pasien  HIV  dan  AIDS  tenaga  kesehatan  harus  selalu memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
I.       PROSES KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.       Data Demografi
Nama,  umur,  tempat  tanggal  lahir,  jenis  kelamin,  ras,  status  perkawinan,  alamat, pekerjaan,  status  imigrasi,  perilaku  beresiko.  Nama  anggota  keluarga  atau  orang yang dapat dihubungi
b.      Riwayat Sosial
1)      Orientasi sexual: pria, wanita, MSM (gay),
2)      Aktifitas sexual tak aman: berganti ganti pasangan, tanpa pengaman
3)      Riwayat pekerjaan
4)      Riwayat traveling
5)      Homeless, gangguan mental
6)      Bantuan dari badan/lembaga social AIDS
c.       Riwayat kesehatan terdahulu
1)      Riwayat Penyakit Terdahulu
Cara  terinfeksi  HIV,  TBC,  Hepatitis  A,  B,  C,  sering  mengalami  infeksi  virus  dan jamur, hemofilia, riwayat transfuse, transplantasi, STD,
2)      Review semua sistem yang mungkin terganggu oleh HIV
d.      Pola Kesehatan
1)      Persepsi  tentang  kesehatan,  penanganan  kesehatan:  persepsi  terhadap  penyakit, penggunaan alkohol dan obat-obatan
2)      Nutrisi/metabolisme: kehilangan BB, anorexia, mual, muntah, lesi pada mulut, ulser pada rongga mulut, sulit menelan, kram abdomen
3)      Eliminasi: diare persisten, nyeri saat bak
4)      Aktifitas  dan  olah  raga:  kelelahan  kronik,kelemahan  otot,  kesulitan  berjalan,  batuk, sesak nafas, kemampuan melakukan ADL.
5)      Tidur dan istirahat: insomnia
6)      Gangguan  kognitif  dan  persepsi:  sakit  kepala,  nyeri  dada,  kehilangan  memori, demensia, parestesis
7)      Kebutuhan klinis pasien:
a)      Obat-obatan: alergi, riwayat pengobatan sekarang, cara memperoleh ARV.
b)      Nutrisi: membutuhkan oral/enteral/parenteral
c)      Terapi rehabilitasi: fisioterapi, terapi wicara
d)     Perawatan  khusus:  apakah  membutuhkan  perawatan  khusus  karena  mengalami misalnya Dekubitus, inkontensia, oksigen atau suction
e)      Alat bantu: walker, cructh,kursi roda, handled shower, seat bath, urinal.
f)       Suplai barang-barang habis pakai:  pampers, diapers, kasa, infus, kateter dan  tube feeding
e.       Pemeriksaan fisik
1)      Respirasi
a)      Sesak nafas (dispneu, takipneu)
b)      Batuk produktif dan batuk non produktif dengan SaO2 < 80% (PCP)
c)      Retraksi interkostalis
2)      Gastrointestinal
a)      Lesi pada mulut - Kapossi sarcoma
b)      Candida mulut - plag putih yang melapisi
c)      Rongga mulut dan lidah – kandidiasis
d)     Lesi putih pada lidah (hairy leukoplakia)
e)      Ginggivitis
f)       Muntah
g)      Diare
h)      Inkontinen alvi
i)        Hepatosplenomegali
3)      Muskuloskeletal
Muscle wasting
4)      Neurologis
ataxia,  tremor,  sakit  kepala  (toxoplasmosis),  kurang  kordinasi  (ADC),  kehilangan sensori,  apasia,  kehilangan  konsentrasi  (ADC),  kehilangan  memori  (ADC=AIDS Dementia Complex), apatis, depresi, penurunan kesadaran, kejang (Toxoplasmosis), paralysis, koma
5)      Reproduksi
Adanya lesi atau keluaran dari genital (herpes simpleks)
6)      Kebutuhan Spritual
Agama : Partisipasi pasien dalam kegiatan keagamaan, Pentingnya agama bagi pasien
2.      Diagnosa keperawatan
a.       Nyeri akut
b.      Ketidaefketifan pembersihan jalan nafas
c.       Ketidaseimbangan volime cairan
d.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3.      Masalah keperawatan
a.       Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
b.      Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan fisiologis
c.       Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
d.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penyakit kronis
4.      Intervensi keperawatan
a.       Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
NOC :
Tingkat nyeri
Kriteria hasil:
1)      Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
2)      Posisi tubuh melindungi
3)      Kegelisahan atau ketegangan otot
4)      Perubahan dalam kecepatan pernafasan, denyut jantung, atau tekanan darah
NIC :
1)      Kaji nyeri secara komprehensif
2)      Observasi isyarat ketidaknyamanan non verbal
3)      Berikan informasi tentang nyeri
4)      Ajarkan pengunaan teknik nonfarmakologi
5)      Kolaborisikan pemberian analgetik
b.      Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan fisiologis
NOC :
Status pernafasan
Kriteria Hasil:
1)      Mudah untuk bernafas
2)      Kegelisahan, sianosis, dan dipsneu tidak ada
3)      Saturasi O2 dalam batas normal
4)      Temukan sinar –X dada pada rentang yang di harapkan
NIC :
1)      Kaji keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain
2)      Tentukan kebutuhan pengisapan oral dan / atau trakeal
3)      Pantau status oksigen pasien
4)      Catat tipe dan jumlah sekresi yang dikumpulkan
5)      Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang di dalam ruang perawatan
6)      Instrusikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi
c.       Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktiv
NOC :
Keseimbangan elektrolitan dan asam basa
Kriteria hasil:
1)      Frekuensi nadi dan irama dalam rentang yang diharapkan
2)      Frekuensi dan irama nafas dalam rentang yang diharapkan
3)      Kewaspadaan mental dan orientasi kognitif tidak ada gangguan
NIC :
1)      Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
2)      Pantau perdarahan
3)      Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
4)      Pantau status hidrasi
5)      Timbang berar badan dan pantau kemajuannya
6)      Pertahankan keakuratan catatan asupan dan haluaran
7)      Berikan terapi IV sesuai denagn anjuran

d.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penyakit kronis
NOC :
Status gizi
Kriteria hasil :
1)      Makanan oral, pemeberian makanan lewat selang atau nutrisi parenteral oral
2)      Asupan cairan oral atau IV
NIC :
1)      Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
2)      Ketahui mkanan kesukaan pasien
3)      Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
4)      Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
5)      Timbang pasien pada interval yang tepat
6)      Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
7)      Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk makan