A. DEFINISI
Human
immunodeficiency virus (HIV) merupakan infeksi retrovirus RNA yang dulunya
disebut sebagai “human T
lymphotrophic virus III” (HTL-III). Infeksi HIV akan merusak limfosit
T, terutama CD4+, yang akan menyebabkan imunodefisiensi. Hal ini akan menjadi
predisposisi terhadap infeksi virus, fungi, mycobacteria atau parasit. Seiring
dengan waktu, HIV akan menjadi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS),
apabila limfosit T CD4+ di bawah 200 cells/µl disertai infeksi HIV (Scully,
2004).
Virus
HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini
secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse
transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan
menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu
HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan
masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara
kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di
seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).
Human
Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang termasuk dalam famili
lentivirus. Dua jenis HIV yang secara genetiknya berbeda tetapi sama dari antigennya
berhubungan yaitu HIV-1 dan HIV-2 diisolasi dari penderita AIDS. HIV-1 lebih
banyak dijumpai pada penderita AIDS di Amerika Serikat, Eropah, dan Afrika Tengah,
manakala HIV-2 lebih banyak dijumpai di Afrika Barat (Kumar et al., 2007).
AIDS
adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa
adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya
defisiensi, tersebut seperti keganasan,
obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya
(Wijayaningsih, 2013).
B. ETIOLOGI
Terdapat dua
virus utama pada
infeksi HIV, yang
hanya mempunyai sedikit perbedaan
pada pathogenesis, manifestasi infeksi, perawatan dan prognosis yaitu HIV-1 yang sejauh
ini paling umum
di dunia dan
HIV-2 yang menyebar terutama
di Afrika Barat (Scully, 2004).
Pada individu
yang terinfeksi, biasanya
virus akan membentuk
antibody dalam waktu 6-12 minggu. Kebanyakan individu yang terinfeksi HIV akan berada dalam fase viremia selama
2-6 minggu. Pada
kasus yang langka, bisa
selama 35 bulan.periode inkubasi AIDS pada kebanyakan
individu yang terinfeksi HIV adalah 10-12 tahun. Kirakira 30% penderita AIDS
yang meninggal setelah 3 tahun didiagnosa AIDS dan kira-kira 50% hidup selama 10
tahun (Little dkk., 2002).
Pintu
masuk utama HIV ke dalam tubuh adalah melalui darah dan mukosa yang terbuka
pada vagina, vulva, rectum, penis dan juga pada oral cavity HIV yang masuk ke dalam
tubuh menuju kelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik selama beberapa hari
(Greenberg dkk., 2008).
Kemudian
terjadi sindrom retroviral akut seperti flu disertai viremia hebat dengan keterlibatan
berbagai kelenjar limfe. Sindrom ini akan hilang sendirir setelah 1-3 minggu, karena kadar
virus yang tinggi
dalam darah dapat diturunkan oleh
sistem imun tubuh. Proses
ini berlangsung berminggu minggu sampai
terjadi keseimbangan antara pembentukan virus
baru dan upaya eliminasi
respon imun. Titik
keseimbangan disebut set point. Apabila
angka ini tinggi, perjalanan penyakit menuju AIDS akan berlangsung cepat (Tjay,
2000).
Tahap
selanjutnya adalah serokonversi yaitu perubahan antibodi negative menjadi positif, terjadi
1-3 bulan setelah
infeksi dan pasien
akan memasuki masa tanpa
gejala. Pada masa ini terjadi penurunan CD4 secara bertahap (CD4 normal = 800-1.000/mm3) yang terjadi
setelah replikasi persisten HIV
dengan kadar RNA
virus realtif konstan. Mula-mula penurunan jumlah
CD4 sekitar 30-60/tahun,
tetapi pada 2
tahun terakhir penurunan jumlah
menjadi cepat sekitar
50-100/tahun sehingga jika tanpa
pengobatan, rata-rata masa infeksi HIV sampai masa AIDS adalah 8-10
tahun saat jumlah CD4 akan mencapai di bawah 200 (Tjay, 2000).
C. PATOFISIOLOGI
Tubuh mempunyai
suatu mekanisme untuk membasmi suatu
infeksi dari benda asing, misalnya
: virus, bakteri,
bahan kimia, dan
jaringan asing dari binatang
maupun manusia lain. Mekanisme
ini disebut sebagai tanggap kebal
(immune response) yang terdiri dari 2 proses yang kompleks
yaitu : Kekebalan humoral dan kekebalan cell-mediated. Virus AIDS (HIV)
mempunyai cara tersendiri, sehingga
dapat menghindari mekanisme pertahanan
tubuh. “ber-aksi” bahkan kemudian
dilumpuhkan. Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan
bebas atau berada di dalam
sel limfosit. Virus
ini memasuki tubuh
dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai
molekul CD4. Sel-sel
CD4-positif (CD4+) mencakup monosit, makrofag dan
limfosit T4 helper.
Saat virus memasuki tubuh,
benda asing ini
segera dikenal oleh sel
T helper (T4), tetapi
begitu sel T
helper menempel pada
benda asing tersebut, reseptor sel
T helper .tidak berdaya; bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T
helper tersebut. Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih
dahulu sudah dilumpuhkan.
HIV kemudian mengubah fungsi reseptor
di permukaan sel T helper sehingga reseptor ini dapat menempel dan
melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus memindahkan HIV. Sesudah terikat
dengan membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang
identik ke dalam sel T4 helper. Dengan
menggunakan enzim yang
dikenal sebagai reverse
transcriptase, HIV akan
melakukan pemrograman ulang materi genetik
dari sel T4 yang
terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA
(DNA utas-ganda). DNA ini
akan disatukan ke
dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi
infeksi yang permanen. Fungsi T helper dala mekanisme pertahanan tubuh sudah
dilumpuhkan, genom dari HIV - proviral
DNA -
dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T helper sehingga menumpang ikut
berkembang biak sesuai
dengan perkembangan biakan sel
T helper.
Sampai suatu
saat ada mekanisme
pencetus (mungkin karena
infeksi virus lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar
dari T helper dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit
AIDS. Karena sel helper sudah
lumpuh maka tidak
ada mekanisme pembentukan sel
T killer, sel
B dan sel
fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang
disebut AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) atau Sindroma
Kegagalan Kekebalan.( Mansjoer, 2000).
D.
|
|
||||||||||
E. MANIFESTASI
KLINIS
Menurut Corwin, 2009 manifestasi klinis
dari HIV yaitu sebagai berikut :
1. Gejala mirip
flu, termasuk demam
ringan, nyeri badan,
menggigil, dapat muncul beberapa minggu
sampai bulan setelah
infeksi. Gejala menghilang
setelah respons imun awal
menurunkan jumlah partikel virus, walaupun
virus tetap dapat
bertahan pada sel-sel lain yang terinfeksi.
2. Selama periode
laten, orang yang
terinfeksi HIV mungkin
tidak memperhatikan gejala, atau
pada sebagian kasus mengalami limfadenopati
(pembengkakan kelenjarmgetah bening) persisten.
3. Antara 2
sampai 10 tahun
setelah infeksi HIV,
sebagian besar pasien
mulai mengalami berbagai infeksi
oportunistik, bila tidak
ditangani. Penyakit-penyakit ini mengisyaratkan munculnya
AIDS dan berupa
infeksi ragi pada
vagina atau mulut, dan
berbagai infeksi virus
misalnya varisela zoster
(cacar air dan
cacar ular), sitomegalovirus,
atau herpes simpleks persisten. Wanita dapat menderita infeksi ragi kronik atau
penyakit radang panggul.
4. Setelah terbentuk
AIDS, sering terjadi
infeksi saluran napas
oleh organisme oportunistik Pneumocystis
carinii. Dapat timbul
sarcoma Kaposi yang
resisten bermacam-macam obat
karena pasien AIDS tidak mampu
melakukan respons imun yang efektif
untuk melawan bakteri, walaupun dibantu sarcoma Kaposi. Pasien AIDS yang
mengidap sarcoma Kaposi biasanya mengalami perjalanan penyakit yang cepat memburuk yang menyebabkan
kematian dalam beberapa
bulan. Penyakit biasanya cepat
menyebar ke luar paru termasuk otak dan tulang.
5. Gejala pada
Susunan Saraf Pusat
adalah sakit kepala,
defek sarkoma, kejang, perubahan kepribadian, dan demensia.
Pasien dapat menjadi buta dan akhirnya koma. Banyak dari gejala tersebut timbul
karena infeksi bakteri dan virus oportunistik pada SSP, yang menyebabkan
peradangan otak. HIV juga dapat secara langsung merusak sel-sel otak.
6. Diare
dan berkurangnya lemak tubuh sering terjadi pada pasien AIDS. Diare terjadi akibat
infeksi virus dan protozoa. Infeksi jamur (thrush) di mulut dan sarcoma Kaposi dan menyebabkan
nyeri hebat saat
menelan dan mengunyah, dan
ikut berperan menyebabkan
berkurangnya lemak dan gangguan pertumbuhan.
7. Berbagai
kanker muncul pada pasien AIDS akibat tidak adanya respons imun selular terhadap
sel-sel sarcoma Kaposi. Kanker yang sebenarnya jarang dijumpai, sarcoma Kaposi
sering terjadi pada pasien AIDS. Sarkoma Kaposi adalah kanker yang ditandai
oleh lesi kulit
berwarna merah. Sebagian besar
individu pengidap sarkoma
Kaposi terinfeksi melalui
hubungan homoseks. Hasil
riset terkini menunjukkan
bahwa koinfeksi disertai virus
herpes yang unik,
human herpesvirus 8, memicu
munculnya sarcoma Kaposi. Human
herpesvirus 8 jarang terjadi kecuali di
kalangan homoseks Amerika Serikat
8. Tuberkulosis
BTA Positif, BTA Negatif dan MDR pada Pasien Koinfeksi TB-HIV, Diantara semua
pasien yang dikumpulkan,
hasil terbanyak didapatkan
adalah hasil BTA negatif. Hal ini
diakibatkan oleh status imunitas yang turun pada pasien HIV. Banyaknya kasus
BTA negative sebesar 66%,
turunnya derajad imunosupresi
akan mempengaruhi gambaran bakteriologis
pasien koinfeksi TB-HIV
sehingga sering memberikan hasil
sputum BTA negatif
pada pasien dengan
status imunitas yang rendah. Menurut
Pozniak, menyatakan bahwa
16 infeksi HIV bisa
meningkatkan insidens MDR-TB. Hal ini berdasarkan penelitian di New York
tahun 1987 sampai 1992. Sedangkan kasus MDR-TB secara kebetulan ditemukan 1
kasus pasien dengan sputum BTA positif. Pasien koinfeksi TB-HIV stadium lanjut
yang ditandai dengan kadar CD4 rendah
lebih sering menimbulkan
lesi ekstraparu dan menimbulkan lesi yang minimal pada gambaran radiologisnya.
F. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Menurut Hoffmann dkk
(2007), pengujian antibodi HIV paling tidak membutuhkan 2 uji, yaitu:
1. Screening
test, yaitu ELISA
2. Confimatory
test, yaitu Western blot atau immunofluorescence assay (IFT or IFA) Untuk mengekslusi
terjadinya pencampuran sampel, sampel darah kedua dari pasien yang
sama harus di
uji. Baru kemudian diagnosis infeksi
HIV dapat dikomunikasikan kepada pasien dengan hasil
seropositif
G. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
karena kandidia, herpes
simplek, sarcoma Kaposi,
HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan,
keletihan dan cacat Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti
krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan
berlanjut mengeni esophagus dan
lambung. Tanda dan
gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan
yang sulit dan rasa sakit
di balik sternum (nyeri retrosternal).
2. Neurologik a.ensefalopati HIV
atau disebut pula
sebagai kompleks dimensia
AIDS (ADC; AIDS dementia complex).
a) Manifestasi dini
mencakup gangguan daya
ingat, sakit kepala,
kesulitan berkonsentrasi,
konfusi progresif, perlambatan
psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut
mencakup gangguan kognitif
global, kelambatan dalam
respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong,
hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia,
dan kematian.
b) Meningitis
kriptokokus ditandai oleh gejala seperti
demam, sakit kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status
mental dan kejang-kejang. Diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan
serebospinal.
3. Gastrointestinal Wasting
syndrome kini diikutsertakan dalam
definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria
diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis
selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan
demam yang kambuhan atau
menetap tanpa adanya
penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
a) Diare karena
bakteri dan virus,
pertumbuhan cepat flora
normal, limpoma, dan sarcoma
Kaposi. Dengan efek,
penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi,
dan dehidrasi.
b) Hepatitis karena
bakteri dan virus,
limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
c) Penyakit Anorektal
karena abses dan
fistula, ulkus dan
inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek
inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal,
gatalgatal dan diare.
4. Respirasi Pneumocystic
Carinii. Gejala napas
yang pendek, sesak
nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri
dada, hipoksia, keletihan
dan demam akan
menyertai pelbagi infeksi
oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus,
virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
5. Dermatologik Lesi
kulit stafilokokus :
virus herpes simpleks
dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi
scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi
sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes
simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas
kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan
plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika
akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit
kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat
memperlihatkan folikulitis menyeluruh
yang disertai dengan
kulit yang kering dan mengelupas atau
dengan dermatitis atopik
seperti ekzema dan psoriasis.
6. Sensorik
a) Pandangan :
Sarkoma Kaposi pada
konjungtiva atau kelopak
mata : retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan
b) Pendengaran :
otitis eksternal akut
dan otitis media,
kehilangan pendengaran dengan efek
nyeri yang berhubungan
dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi
obat.
H. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a) Pengendalian
Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau
sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi
pasien di lingkungan perawatan kritis.
b) Terapi AZT
(Azidotimidin) Disetujui FDA
(1987) untuk penggunaan
obat antiviral AZT yang
efektif terhadap AIDS,
obat ini menghambat
replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dengan menghambat
enzim pembalik traskriptase. Sekarang, AZT
tersedia untuk pasien
dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
c) Terapi Antiviral
Baru Beberapa antiviral
baru yang meningkatkan
aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan
rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
1) Didanosine
2) Ribavirin
3) Diedoxycytidine
4) Recombinant
CD 4 dapat larut.
d) Vaksin
dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat
unit khusus perawatan
kritis dapat menggunakan keahlian
dibidang proses keperawatan
dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan
terapi AIDS.
e) Pendidikan untuk
menghindari alcohol dan
obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi
yang kurang,alcohol dan
obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
2. Keperawatan
a) Suportif
dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah kemungkinan
terjadi infeksi
b) Menanggulangi
infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
c) Menghambat replikasi
HIV dengan obat
antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu
azidomitidin (AZT) yang
dapat menghambat enzim
RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi
DNA HIV
d) Mengatasi
dampak psikososial
e) Konseling pada
keluarga tentang cara
penularan HIV, perjalanan
penyakit, dan prosedur yang
dilakukan oleh tenaga medis
f) Dalam menangani
pasien HIV dan
AIDS tenaga kesehatan
harus selalu memperhatikan
perlindungan universal (universal precaution)
I. PROSES
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data
Demografi
Nama,
umur, tempat tanggal
lahir, jenis kelamin,
ras, status perkawinan,
alamat, pekerjaan, status imigrasi,
perilaku beresiko. Nama
anggota keluarga atau
orang yang dapat dihubungi
b. Riwayat
Sosial
1) Orientasi
sexual: pria, wanita, MSM (gay),
2) Aktifitas
sexual tak aman: berganti ganti pasangan, tanpa pengaman
3) Riwayat
pekerjaan
4) Riwayat
traveling
5) Homeless,
gangguan mental
6) Bantuan
dari badan/lembaga social AIDS
c. Riwayat
kesehatan terdahulu
1) Riwayat
Penyakit Terdahulu
Cara
terinfeksi HIV, TBC,
Hepatitis A, B,
C, sering mengalami
infeksi virus dan jamur, hemofilia, riwayat transfuse,
transplantasi, STD,
2) Review
semua sistem yang mungkin terganggu oleh HIV
d. Pola
Kesehatan
1) Persepsi tentang
kesehatan, penanganan kesehatan:
persepsi terhadap penyakit, penggunaan alkohol dan obat-obatan
2) Nutrisi/metabolisme:
kehilangan BB, anorexia, mual, muntah, lesi pada mulut, ulser pada rongga
mulut, sulit menelan, kram abdomen
3) Eliminasi:
diare persisten, nyeri saat bak
4) Aktifitas dan
olah raga: kelelahan
kronik,kelemahan otot, kesulitan
berjalan, batuk, sesak nafas,
kemampuan melakukan ADL.
5) Tidur
dan istirahat: insomnia
6) Gangguan kognitif
dan persepsi: sakit
kepala, nyeri dada,
kehilangan memori, demensia,
parestesis
7) Kebutuhan
klinis pasien:
a) Obat-obatan:
alergi, riwayat pengobatan sekarang, cara memperoleh ARV.
b) Nutrisi:
membutuhkan oral/enteral/parenteral
c) Terapi
rehabilitasi: fisioterapi, terapi wicara
d) Perawatan khusus:
apakah membutuhkan perawatan
khusus karena mengalami misalnya Dekubitus, inkontensia,
oksigen atau suction
e) Alat
bantu: walker, cructh,kursi roda, handled shower, seat bath, urinal.
f) Suplai
barang-barang habis pakai: pampers,
diapers, kasa, infus, kateter dan tube
feeding
e. Pemeriksaan
fisik
1) Respirasi
a) Sesak
nafas (dispneu, takipneu)
b) Batuk
produktif dan batuk non produktif dengan SaO2 < 80% (PCP)
c) Retraksi
interkostalis
2) Gastrointestinal
a) Lesi
pada mulut - Kapossi sarcoma
b) Candida
mulut - plag putih yang melapisi
c) Rongga
mulut dan lidah – kandidiasis
d) Lesi
putih pada lidah (hairy leukoplakia)
e) Ginggivitis
f) Muntah
g) Diare
h) Inkontinen
alvi
i)
Hepatosplenomegali
3) Muskuloskeletal
Muscle wasting
4) Neurologis
ataxia,
tremor, sakit kepala
(toxoplasmosis), kurang kordinasi
(ADC), kehilangan sensori, apasia,
kehilangan konsentrasi (ADC),
kehilangan memori (ADC=AIDS Dementia Complex), apatis, depresi,
penurunan kesadaran, kejang (Toxoplasmosis), paralysis, koma
5) Reproduksi
Adanya lesi atau keluaran dari genital
(herpes simpleks)
6) Kebutuhan
Spritual
Agama : Partisipasi pasien dalam
kegiatan keagamaan, Pentingnya agama bagi pasien
2. Diagnosa
keperawatan
a. Nyeri
akut
b. Ketidaefketifan
pembersihan jalan nafas
c. Ketidaseimbangan
volime cairan
d. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Masalah
keperawatan
a. Nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera biologis
b. Ketidakefektifan
pembersihan jalan nafas berhubungan dengan fisiologis
c. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
d. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penyakit kronis
4. Intervensi
keperawatan
a.
Nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera biologis
NOC
:
Tingkat
nyeri
Kriteria
hasil:
1) Ekspresi
nyeri lisan atau pada wajah
2) Posisi
tubuh melindungi
3) Kegelisahan
atau ketegangan otot
4) Perubahan
dalam kecepatan pernafasan, denyut jantung, atau tekanan darah
NIC
:
1) Kaji
nyeri secara komprehensif
2) Observasi
isyarat ketidaknyamanan non verbal
3) Berikan
informasi tentang nyeri
4) Ajarkan
pengunaan teknik nonfarmakologi
5) Kolaborisikan
pemberian analgetik
b.
Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas
berhubungan dengan fisiologis
NOC
:
Status
pernafasan
Kriteria
Hasil:
1) Mudah
untuk bernafas
2) Kegelisahan,
sianosis, dan dipsneu tidak ada
3) Saturasi
O2 dalam batas normal
4) Temukan
sinar –X dada pada rentang yang di harapkan
NIC
:
1) Kaji
keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain
2) Tentukan
kebutuhan pengisapan oral dan / atau trakeal
3) Pantau
status oksigen pasien
4) Catat
tipe dan jumlah sekresi yang dikumpulkan
5) Informasikan
kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang di
dalam ruang perawatan
6) Instrusikan
kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk memudahkan keluarnya
sekresi
c.
Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan volume cairan aktiv
NOC
:
Keseimbangan
elektrolitan dan asam basa
Kriteria
hasil:
1) Frekuensi
nadi dan irama dalam rentang yang diharapkan
2) Frekuensi
dan irama nafas dalam rentang yang diharapkan
3) Kewaspadaan
mental dan orientasi kognitif tidak ada gangguan
NIC
:
1) Pantau
warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
2) Pantau
perdarahan
3) Kaji
orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
4) Pantau
status hidrasi
5) Timbang
berar badan dan pantau kemajuannya
6) Pertahankan
keakuratan catatan asupan dan haluaran
7) Berikan
terapi IV sesuai denagn anjuran
d.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan penyakit kronis
NOC
:
Status
gizi
Kriteria
hasil :
1) Makanan
oral, pemeberian makanan lewat selang atau nutrisi parenteral oral
2) Asupan
cairan oral atau IV
NIC
:
1) Tentukan
motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
2) Ketahui
mkanan kesukaan pasien
3) Tentukan
kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
4) Pantau
kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
5) Timbang
pasien pada interval yang tepat
6) Berikan
informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
7) Ciptakan
lingkungan yang nyaman untuk makan